Binpres KONI Pusat Gelar Webinar Tentang Pentingnya Peran Kognisi pada Atlet
Salah satu contoh kegiatan yang dapat digelar tanpa risiko penularan Covid-19 adalah melakukan Webinar. Pasalnya dengan metode itu, proses transfer informasi dan ilmu pengetahuan dapat tetap berjalan tanpa harus bertemu langsung dengan risiko terancam terpapar Covid-19. Bidang Pembinaan Prestasi (Binpres) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada tanggal 9 Juni 2021 menyelenggarakan Webinar keduanya dengan judul, ‘Olahraga & Pembentukan Memori yang Berkorelasi dengan Peningkatan Fungsi Kognisi’.
“Terselenggaranya Webinar adalah bentuk penyesuaian kita agar tetap produktif di masa pandemi Covid-19 yang belum selesai,” puji Ketua Umum KONI Pusat Letjen TNI (Purn.) Marciano Norman saat membuka Webinar II Binpres KONI Pusat secara virtual.
Ketua Umum KONI Pusat menyebutkan bahwa Binpres telah melaksanakan tugasnya, baik dalam mempersiapkan atlet dan juga peningkatan kualitas pembinaan olahraga prestasi yang mana menjadi gagasan pembahasan Webinar kali ini.
“Bidang pembinaan prestasi KONI Pusat sebagai ujung tombak KONI dalam melaksanakan kegiatan pembinaan prestasi tidak hanya terus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengawal persiapan penyelenggaraan multievent nasional PON XX dan multievent International seperti Olympic Games dan SEA Games, tetapi tidak meninggalkan perannya dalam meningkatkan kemampuan para pelatih dan pembina olahraga kita dalam segi Sport Science seperti melalui seminar ini,” jelasnya.
Topik Webinar kali ini juga diperlukan, sebab seorang atlet berprestasi juga harus memiliki kemampuan yang baik dalam hal non-fisik. “Narasumber dalam Webinar ini memberikan bahasan mendalam agar dalam pembinaan olahraga memperhatikan tidak hanya aspek fisik, namun juga faktor non-fisik seperti kognisi dan soal memori yang menjadi bagian vital dalam proses agar seseorang dapat mencapai hasil prestasi yang prima,” kata Marciano pada Webinar yang diikuti sekitar 175 peserta yang berasal dari unsur KONI Provinsi, KONI Kabupaten/Kota, Organisasi Induk Cabang Olahraga, Dispora dan umum.
Adapun Narasumber Dr. Jajat Darajat Kusumah Negara, S.Pd., M.Kes., AIF menjelaskan pentingnya memori sebagai salah satu fungsi kognisi. “Otak kita yang tadinya kosong harus menyimpan informasi kegiatan tertentu, baik positif maupun negatif,” jelas Jajat. “1% informasi dipilih dan disimpan adalah yang paling penting berdasarkan perhatian seseorang,” tambah dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang juga Wakil III Binpres KONI Pusat.
Menurutnya, latihan yang berkualitas akan membuat sistem otak menyimpan dengan baik materi sehingga dapat digunakan ketika bertanding. “Ketika bertanding, pikiran sudah otomatis dipengaruhi fungsi kognisi,” katanya sambil menerangkan bahwa efektivitas gerakan juga dipengaruhi fungsi kognisi.
Oleh karena fungsi Kognisi akan berpengaruh ketika bertanding maka perlu akses yang cepat untuk memanggil memori tersebut dalam penyimpanan. Dengan begitu, Jajat tegaskan atlet handal harus memiliki tipe Tertiary Memory (Permanent Memory) yang kapasitasnya sangat besar dan durasi mengingatnya permanen atau tak terlupakan. Kelebihan lain dari tipe memori ini adalah aksesnya sangat cepat namun harus ada stimulasi pengulangan yang sangat sering (latihan berkualitas).
Selain Permanent Memory, beberapa tipe memori lain adalah Sensori Memory (Immediate Memory), yang kapasitasnya paling kecil, durasi mengingatnya hanya beberapa detik. Kemudian ada juga Primary Memory (Short-term Memory) yang kapasitasnya kecil dan durasi mengingatnya beberapa menit hingga beberapa jam. Selanjutnya, Secondary Memory (Long-term Memory) yang kapasitasnya sangat besar dengan durasi beberapa jam hingga tahunan.
Untuk memberikan materi agar disimpan dengan baik oleh memori atlet, dibutuhkan latihan yang berkualitas ketimbang kuantitas menurut Jajat. Ia tegaskan bahwa perlu konsentrasi 100% yang mana manusia hanya dapat lakukan sekitar 40 menit, itu pun jika maksimal. Contoh belajar dan meniru yang baik adalah kepada anak-anak.
“Otak itu ibarat komputer kosong, anak pada usia 0 – 5 tahun terjadi pembentukan otak secara struktural. Jika secara fungsionalnya adalah pelajaran dari lingkungan sekitar, hal ini harus hati-hati karena anak sangat pandai menjiplak dan menserap segala kegiatan secara cepat, sama halnya seperti berpikir jernih. Tidak dipengaruhi faktor lain,” terangnya bahwa latihan secara efektif haruslah objektif kepada materi tanpa intervensi kepentingan lain (kondisi emosional yang dapat memengaruhi proses pembentukan memori).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah efektivitas latihan kepada atlet berdasarkan kebutuhan serta sesuai dengan tingkatan (pemula, lanjutan atau mahir). Ada atlet butuh VO2 Max (kemampuan maksimum seseorang dalam mengkonssi oksigen yang dibutuhkan tubuh dalam suatu kegiatan) yang tinggi dan ada juga yang butuh VO2 Max yang tidak terlalu tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa VO2 Max merupakan kapasitas aerobik sedangkan atlet harus mempunyai kapasitas anaerobik juga. Kenyataan tersebut disampaikan oleh Jajat ketika menjawab pertanyaan dari Wakil I Sekjen KONI Pusat, Sadik Algadri.
“Ketika atlet dilatih dan mencapai VO2 Max yang tinggi maka dengan demikian akan ada konsenkuensi atau respon fisiologis lainnya, diantaranya akan menstimulasi stres fisik yang ditandai dengan meningkatnya hormon kortisol. Hormon tersebut akan berdampak pada terganggunya pembentukan energi (penurunan performa) dan diantaranya juga dapat memengaruhi pada penurunan jumlah neuron yang akhir berdampak pula pada penurunan memori,” tegas Jajat seraya terangkan organ tubuh akan berbeda dengan VO2 Max tinggi.
Hal lain yang dapat memengaruhi tubuh ketika efek kronik yang dialami atlet akan menstimulasi terbentuknya oksidan, meski begitu tidak perlu khawatir karena tubuh atlet akan merespons yaitu dengan adanya Superoxide Dismutasse (SOD) yang berguna untuk menentralisir oksidan tadi. Selain itu atlet harus mengkonsumsi multivitamin atau mineral lainnya untuk memperkaya ketersediaan antioksidan.
Jawaban Jajat seakan menjadi konfirmasi atas salah satu buku yang pernah dibaca Sadik, yang menerangkan bahwa VO2 Max yang terus ditingkatkan akan berpengaruh pada fungsi fisiologis lainnya, yang pada akhir dapat memengaruhi performa fisik atlet.
Pada sesi tanya jawab, Jajat menanggapi pertanyaan lain terkait VO2 Max yang disampaikan Binpres PP.FOKSI, I Gusti Putu Ngurah Adi Santika, S.P.d., M.Fis.
Jajat terangkan bahwa otak adalah salah satu organ yang memerlukan suplai oksigen yang sangat tinggi dan ketika latihan dengan intensitas tinggi maka otak akan mengalami degradasi suplai oksigen hal ini berdampak pada penurunan performa kemampuan berpikir. Selain itu kadar elektrolit yang berfungsi untuk menghantarkan sinyal neuron ke terminal junction akan mengalami penurunan juga. Sehingga pada akhir akan mengalami penurunan kemampuan gerak secara refleks. Untuk mencegah hal tersebut harus sesegera mungkin untuk konsumsi larutan elektrolit.