Cerita Dokter Cabor Angkat Besi pada Olimpiade Tokyo 2020
Seorang dokter keolahragaan, dr.Andi Kurniawan tegaskan bahwa Olimpiade Tokyo 2020 merupakan sebuah mental game. Maksudnya, di tengah Covid-19 yang melanda dunia, seluruh persiapan atlet pun terdampak sehingga tidak ada yang siap dengan maksimal maka dari itu mental berperan penting.
“Covid-19 serang semua negara, ketika kita ditanya, kita nggak maksimal, semua atlet nggak maksimal. Di kita ada PPKM, ada lockdown, di tempat lain juga begitu sehingga mental yang berperan penting pada Olimpiade saat ini,” terang dokter yang mendampingi kontingen tim angkat besi Indonesia.
Andi yang juga Wakil Ketua Bidang Sport Science Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat sampaikan kebanggaannya kepada atlet-atlet Indonesia khususnya atlet angkat besi. Ia jelaskan bahwa pada kontingen angkat besi, semua atlet dibuat agar dapat menikmati pertandingan dan tidak dalam terkanan.
“Itu yang kita terapkan, contohnya di Windy dan Rahmat yang masih junior, mereka itu peringkat 8 – 9 sudah bagus, apalagi dapat medali, mereka enjoy tidak tertekan,” terangnya. Angkat besi sendiri secara statistik menjadi yang cabang olahraga Indonesia yang terbaik antara peraih medali dan jumlah atlet yang berlaga. Sebanyak 3 dari 5 atau 60% atlet yang bertanding meraih medali.
Olimpiade di masa Pandemi
Turut mengantar serta mendukung atlet meraih prestasi Olimpiade Tokyo 2020 di masa pandemi menjadi tantangan baginya. “Olimpiade yang spesial dijalankan di kondisi yang tidak ideal,” komentarnya tentang multievent tertinggi yang digelar tahun ini. “Sebelum keberangkatan, kondisi pandemi di Jakarta sedang tinggi-tingginya, kasus harian meningkat. Tantangannya menjaga atlet tidak positif,” sebutnya.
Para atlet angkat besi sendiri berlatih pada Pelatnas yang berlokasi di Mako Marinir Kwini, Jakarta Pusat. Di sana sangat tertutup, orang tidak dapat bebas masuk dan juga sebaliknya. Meski begitu upaya menjaga dengan baik para Patriot Olahraga dilakukan dengan ketat.
“Lebih baik Lebay daripada abai,” ujar Andi terkait penerapan protokol kesehatan ketat. Setiap hari para atlet, pelatih dan ofisial melakukan PCR tes di Pelatnas, bahkan untuk mereka para atlet, pelatih serta ofisial yang tidak berangkat ke Tokyo, walaupun sudah ada pemisahan untuk menjaga lebih ketat kontingen yang akan berangkat.
Di tengah upaya mengantisipasi penularan Covid-19, upaya menjaga kondisi kebugaran dan performa atlet juga dilakukan. Terlebih menurut Andi menjelang kompetisi risiko cedera atlet cenderung meningkat.
Andi yang menangani intens atlet angkat besi sejak masa persiapan hingga pertandingan merasa bersyukur dapat berangkat. Pasalnya, ia kenal betul catatan kondisi atlet. “Kalo kita yang sudah menempel dari angkat besi sudah tahu atletnya,” katanya. Disampaikan juga bahwa jelang Olimpiade, salah satu atlet mengalami cedera, dan dapat langsung ditangani dengan baik hingga Sang Atlet berhasil meraih medali.
Perjuangan Atlet hingga Titik Darah Penghabisan
Terkait cedera, menarik membahas cerita dari peraih perunggu putra 73 kg Rahmat Erwin Abdullah. Ia bertanding dengan kondisi cedera. “Waktu angkat, sempat hamstring, untung bisa clean and jerk,” ucap Sang Dokter. Andi atlet berusia 20 tahun asal Makassar tersebut dihadapkan dengan pilihan sulit ketika mengalami cedera.
Tak hanya sakit yang dideritanya namun risiko. “Pilihannya saat itu jika memaksakan bertanding maka bisa lebih parah,” kata Andi.
“Demi merah putih, dia memilih lakukan yang terbaik,” jelas Andi akan pilihan Rahmat yang putuskan ambil risiko demi medali untuk Tanah Air tercinta. Rahmat yang masih muda diceritakan Andi memiliki semangat luar biasa dan menikmati pertandingan. “itu luar biasa, bisa perunggu. Rahmat sampai titik darah penghabisan meski cedera,” sambungnya.
Bersyukur pasca pertandingan cederanya tidak terlalu parah, tapi lumayan serius dan perlu penanganan. “Rajin kompres setiap 2 jam sekali, kita berikan obat anti radang, kemudian Rahmat harus batasi aktivitasnya.” jelas Andi.
Suka dan Duka Olimpiade Tokyo 2020
Rasa bangga menjadi yang paling dominan bila bicara perasaan ketika ditanya tentang pengalaman mendampingi serta mendukung atlet pada Olimpiade Tokyo 2020. Niat mulia untuk menaikkan harkat dan martabat Bangsa Indonesia dirasakan Andi.
“Pertama, di situasi yang serba tidak ideal, melihat ini sebagai tugas negara, dampingi atlet Indonesia ini kebanggaan tersendiri. Kedua, kita punya tugas, bahwa atlet butuh support system yang bagus, tidak hanya pelatih tapi pendukung-pendukung lainnya. Ketiga, melihat banyak atlet terkenal berkumpul jadi satu pasti rasanya bangga. Itu situasi Olimpiade, beda banget,” terangnya.
Semangat mendukung atlet Indonesia berprestasi ditunjukkan oleh Andi, tak hanya kepada atlet angkat besi, Andi juga tak sungkan membantu atlet Indonesia lainnya seperti Anthony Ginting. Ia ceritakan sempat membantu Anthony Ginting merendamkan badan dengan air es sebagai bagian dari recovery untuk hilangkan nyeri.
Duka yang dikeluhkan tak jauh karena Covid-19. Pemerintah dan panitia menerapkan protokol kesehatan dengan sangat ketat. Andi jelaskan bahwa kontingen hanya boleh ke Athletes Village dan tempat pertandingan, tidak ada kesempatan untuk ke tempat lainnya. Tak hanya itu, mendukung atlet Indonesia dari cabang olahraga lainnya secara faktual pun tidak bisa.
Dengan alasan protokol kesehatan, setiba di Tokyo, seluruh kontingen Indonesia diawasi ketat. “Menarik, Indonesia masuk kategori 1 Covid-19, selama 3 hari kita kaya di awasi. Seperti di Dinning Hall, ada tempat duduk khusus untuk negara-negara kategori 1,” cerita Andi. Walau begitu, seluruh kontingen Indonesia saling berkomunikasi dengan baik.
Meski begitu, Andi mengapresiasi komitmen untuk menjaga protokol kesehatan yang ketat. “Patut diancungi jempol protokol kesehatannya, kunci berjalannya Olimpiade adalah peraturan dipatuhi, mereka komitmen,” nilainya.
Catatan Sang Dokter
Tinggal di lantai 16 Athletes Village bersama kontingen Indonesia, Andi dambakan Indonesia dapat mengirim kontingen lebih banyak lagi kelak. Ia contohkan negara yang banyak mengirimkan rombongan dapat memanfaatkan area tertentu di sekitar penginapan, misalnya untuk rekreasi.
Untuk memberangkatkan lebih banyak atlet, maka evaluasi menjadi hal penting. Di lihat dari sudut pandang dokter keolahragaan, Andi tegaskan Indonesia tak tertinggal jauh. “Penerapan Sport Science dan Sport Medicine tidak tertinggal jauh, kita punya juga,” katanya menilai dari sudut pandang tenaga kesehatan.
Catatan dari Andi untuk para atlet terkait kesehatan adalah tentang nutrisi. Andi berharap atlet Indonesia dapat menikmati dan mampu disiplin dalam konsumsi. Pastinya atlet harus hindari makanan dan minuman yang kurang sehat dan banyak konsumsi serat, sayuran, protein, dan lainnya yang berorientasi pada nutrisi ketimbang rasa.