From Zero to Hero: Kisah Seorang Yatim Piatu Juara Dunia Hapkido
Juara Hapkido Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumut 2024 nomor Daeryun kelas 59-63 kg putri, Devi Safitri memiliki cerita tentang perjuangan sebagai seorang atlet. Sederhananya, ia mampu sukses saat ini karena olahraga.Masa mudanya dilalui dengan perjuangan menghadapi berbagai tantangan berat, termasuk diantaranya untuk bertahan hidup.
From Zero
Ibunya sempat sakit parah dan divonis meninggal dunia, namun justru Sang Ayah yang secara mengejutkan dipanggil terlebih dahulu ke pangkuan Tuhan YME. “Jadi ditinggal orang tua waktu jaman SMA, kelas 1 SMA tahun 2013. Kalau waktu itu yang meninggal dulu itu Ayah saya, padahal yang sakit Ibu saya, beda 100 hari dari Ayah meninggal, Ibu menyusul jadi perbedaan antara Ayah dan Ibu itu hanya 100 hari,” terangnya.
Alhasil, Devi harus menjalankan masa remaja tanpa orang tua, bahkan ia juga bertanggung jawab atas adiknya. “Posisi di situ saya hanya 2 bersaudara. Saya SMA kelas 1, adik saya kelas 4 SD.,” sambungnya menerangkan.
Beruntung, Pamannya memberi dukungan sampai Devi dan adiknya lulus SMA. “Selama kami ditinggal orang tua itu kami ditanggung, kayak dibiayai dari pendidikan sampai biaya hidupku, dibiayain sama Paman sendiri,” terangnya.
Meski begitu, Devi enggan memberatkan Pamannya dan tetap berupaya bekerja untuk tetap hidupi dirinya beserta Sang Adik. Pekerjaan kasar Devi lakukan sembari menjadi atlet. “Kan saya kan enggak mungkin memberatkan Paman Saya saja, sedangkan adik saya juga ada. Jadi saya inisiatif kerja gitu.,” katanya mengawali cerita.
Prinsip tetap dipegang kuat oleh Devi dalam menjalani hidupnya. “Iya saya itu prinsipnya enggak mau beratin, karena adik saya kan masih SD, masih banyak waktu. Jadi kalau saya ngeberatin semuanya kan kasihan juga, mana paman saya belum nikah waktu itu kan, kasihan juga dia mau tabung, pasti mau nikah kalau laki-laki kan kita perlu uang.,” ujarnya.
“Di suruh mengantre minyak, ya saya mengikut antre minyak begitu, kayak ada penjual apung nama, kalau di tempat saya kan banyak banget sungai jadi di situ ada kayak Pertamina apung gitu, saya ngikut mengantre di situ dapat misalnya dapat 3 jerigen, itu kita dikasih Rp 100.000 kan lumayan kan,” jelasnya tentang pekerjaan yang berkaitan dengan BBM.
Tak hanya itu, pasir pun juga digarapnya demi menyambung hidup dan tidak memberatkan Sang Paman. “Habis itu, Paman yang kita, yang punya kapal misalnya kita bantu. Jadi ya misalnya ngambil pasir. Itu pasir di tongkang yang selesai, nah daripada dibuang, kita yang ambil begitu. Jadi ikut-ikut saya.,” sambungnya menceritakan pekerjaan memungut sisa pasir.
“Saya ngikut aja yang penting halal menurut saya,” tegasnya.
Cerita Devi berlanjut dengan awal terjun ke Hakido setelah sebelumnya ia menekuni Taekwondo. “Ini awalnya saya itu dikenalin sama pelatihnya. Dulu kami (saya) sebelum ikut Hapkido, kami mengikuti Taekwondo dan pelatih kami yang Taekwondo ini dia mengikuti Hapkido melalui Short Course dari pihak Pengurus Pusat Hapkido Indonesia (PP.HI). Itu masuk ke daerah-daerah bang.,” terang Devi tentang Short Course yang disajikan seperti sosialisasi atau seminar perkenalan.
Ketika itu, Devi diyakinkan pelatihnya bahwa masa depan olahraga Hapkido begitu menjanjikan. “di situ kami direkrut pelatih. Hapkido ini bela diri baru, insya Allah menjanjikan ke depannya.,” tambahnya.
“Saya itu kan manut-manut aja apa kata pelatih, ngikut aja jadi awal mulanya saya coba-coba aja ini, tapi ya dari coba-coba itu saya jadi ketagihan begitu. Oh ternyata bela diri ini cocok nih karena saya sudah punya basic-nya Taekwondo jadi saya tinggal tambah bantingan tambah pukulan jadi tertarik.,” jelas Devi.
Selanjutnya pasca Short Course di Pontianak, Hapkido diupayakan mendirikan Pengurus Provinsi di Kalimantan Barat. Dengan izin KONI Provinsi, atlet Kalimantan Barat mampu mewakili provinsi pada kejuaraan nasional. Devi pun berolak ke Yogyakarta untuk Kejuaraan Nasional (Kejurnas) Hapkido pertama tahun 2017.
“Di Yogyakarta, kami mendapatkan juara satu. Setelah dapat juara satu, itu kita kayak direkrut begitu untuk mewakili Indonesia dalam mengikuti kejuaraan dunia di Korea selatan waktu tahun 2018, Alhamdulillahnya kami dapat juara 1 bang.,” ucapnya menceritakan momen yang mengubah hidupnya. Kala itu Devi juara Daeryun Under 63 kg.
To Hero
Setelah pulang dari Korea Selatan, Gubernur Kalimantan Barat saat itu, H.Sutarmidji menyambut dengan suka cita. “Kita disambut bahwa saya ini sudah bawa nama Indonesia jadi atlet Kalimantan Barat membawa nama harum Indonesia, ini kita disambut karena kebanggaan Kalimantan Barat,” katanya.
“Jadi pas di bandara itu kita ada acara penyambutan di kalungkan pakai bunga, kita diarak sampai ke Kantor Bupati, dari sana kita diarak sampai rumah, pokoknya diarak sampai di rumah. Serius saya bang!” tegasnya bangga.
“Saya kan tinggalnya di desa ya Bang bukan di kota, pejabat-pejabat jaranglah masuk desa tapi pas saya menang itu orang tuh tahu, oh ini loh atletnya yang mengharumkan nama Indonesia, ini mereka ada didaerah saya. Jadi mulai saat itu, orang tuh tau daerah saya,” terangnya.
“Jadi sampai sekarang tuh orang tau, taunya oh Devi yang atlet juara dunia,” ceritanya.
“Cerita saya tuh ada sedihnya, tapi memang betul perjuangan saya tuh ga mudah, awalnya ga dikenal orang sampai saya berdiri sekarang, orang taunya dikenal Hapkido, oh Devi Hapkido ya, oh Devi yang juara dunia ya, sampai sekarang orang tuh kenalnya Devi Hapido,” ungkapnya.
“Sepulang saya dari kejuaraan dunia itu Bang, Hapkido di Kalimantan Barat itu jadi Booming, Viral lah. Apa itu Hapkido? Kek gimana loh bela dirinya? Kok baru dengar, Kok asing di telinga gitu, orang-orang itu pada bertanya dan juga pengen loh anaknya daftar.,” sambungnya.
Ia juga sarankan untuk belajar bela diri, khususnya untuk perempuan. “Sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan, kita bisa menyelamatkan diri kita dulu. Jadi orang di sana tuh pada pengen daftarin anaknya Hapkido.,” sarannya.
Apresiasi Gubernur Kalimantan Barat ketika itu luar biasa, hingga menghadiahi Devi rumah.
Juara Hapkido menuju Karier Militer
Sambutan meriah di bandara hingga rumah menjadi salah satu momen bersejarah bagi Devi, namun salah satu yang berdampak hingga kini adalah memasukkannya ke TNI AD. “Dari juara dunia itu, saya Alhamdulillahnya dari pihak PP.HI kasih rekomendasi surat ke Bapak Pangdam bahwa ini loh atlet dunia berasal dari daerah, ingin masuk tentara,” terangnya.
“Alhamdulillahnya, sebelum Bapak Pangdam itu cari saya, Bapak Gubernur juga sudah ngobrol sama Bapak Pangdam bahwa kita ada atlet, ada putri daerah yang berprestasi di kejuaraan dunia.,” tandasnya sembari mengenang Pangdam saat itu, Mayjen TNI Purn Ahmad Supriyadi yang mengundangnya langsung untuk bertemu. Beruntungnya, Pangdam Tanjung Pura ketika itu senang dengan olahraga.
“Kamu seriusan mau jadi tentara? Kalau kamu serius, kamu urus administrasi, kamu ikut seleksi, ikut seleksi seperti biasanya,” cerita Devi tentang pertanyaan Pangdam ketika itu. Tentu Devi menyambut hangat pertanyaan tersebut dan mendaftarkan diri.
“Alhamdulillah, apa yang beliau janjikan, beliau omongkan tuh bener ditepati dan alhamdulillah masuk tentara, Rp 1 itu saya nggak ngeluarin sama sekali, alhamdulillah murni diundang langsung sama Pangdam, reward setelah saya bertanding itu saya jadi tentara,” sambungnya.
Meski sudah daftar tentara, Devi tetap tampil pada kompetisi Hapkido. Tahun 2018 ia mendaftar dan 2019 pelantikan. Sebelum dinas, Devi sempat mengikuti Kejuaraan Asia Tenggara. Dari kejuaraan itu, Devi meraih medali emas dan hadiah menarik menantinya.
“Setelah pulang dari dapat kejuaraan Asia Tenggara, saya mengharumkan nama Indonesia, mengharumkan nama Kalimantan Barat, mengharumkan nama Kodam XII Tanjungpura. Saya diberi reward lagi bang untuk berangkat misi perdamaian ikut pasukan PBB di Afrika Tengah.,” katanya bangga.
Sepulang dari dinas, Devi ditempatkan menjadi ajudan dari istri Pandam Mayjen TNI Purn Sulaiman Agusto Hambuako. “Ajudan tunggal Ibu sendirian saja, terus karena kita dekat kayak anak sendiri di anggap kayak keluarga sama Ibu,” tambahnya.
“Alhamdulillah setelah saya jadi militer berubah, hidup saya tuh berubah. Berubahnya tuh bukan berapa, ini berubahnya itu memang 100% berubah karena kenapa? Karena orang udah tahu saya jadi tentara. Saya juga masih bisa berprestasi, juga bisa membanggakan Indonesia terus alhamdulillahnya adik saya juga berhasil masuk tentara juga,” jelasnya.
Pantang Lupa Masa Lalu
Menjadi seperti Devi yang sekarang, bukan berarti membuatnya lupa akan masa lalu dan jasa-jasa orang lain terhadap dirinya. Pamannya, tentu menjadi orang pertama yang dibanggakannya, bahkan sudah seperti orang tuanya.
“Alhamdulillah saya bisa merubah hidup keluarga saya lalu sekarang saya bisa membalas jasanya Paman saya, keluarga saya alhamdulillah, jadi kita enggak membebankan keluarga lagi,” terangnya ingin berbakti.
“Jadi kita menganggap Paman itu bukan Paman, tapi kita anggap kayak orang tua karena kita merasakan tanpa mereka kita belum tentu tamat sekolah. Belum tentu adik saya sampai sekarang bisa sekolah, bisa makan, bisa minum,” jelas Devi.
Kemudian, Hapkido pun tidak akan dilupakannya. Pasca selesai menjadi atlet, ia tetap ingin berbakti dengan melanjutkan jadi pelatih, untuk sosialisasi olahraga Korea tersebut. “Karena Hapkido yang mengubah hidup saya, jadi gak mungkin orang yang udah mengubah hidup kita, kita tinggalin, nggak mungkin!” katanya.
“Kalau saya memang nggak jadi atlet, minimal saya jadi pelatih. Ya ke depannya karena kan atlet ada masa umurnya, masa jaya itu ada,” ujarnya.