Konferensi Pers “HAPKIDO: From Zero to Hero” Ungkap Kemajuan HAPKIDO di PON XXI dan Perkembangannya di Indonesia
Pada konferensi pers HAPKIDO: From Zero to Hero yang diadakan pada 12 September 2024, tiga tokoh utama dari cabang olahraga HAPKIDO di Indonesia berbagi pengalaman dan pandangan mereka. HAPKIDO, seni bela diri asal Korea Selatan, pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2014 dan kini resmi menjadi bagian dari PON XXI Aceh-Sumut 2024.
Sarah Fraudina, Wasit dan Pelatih Nasional HAPKIDO, menjelaskan bahwa olahraga ini mengutamakan harmoni, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar. HAPKIDO memadukan berbagai teknik bela diri seperti pukulan, tendangan, bantingan, serta seni bela diri yang melibatkan penggunaan tongkat dan pedang. Sarah, yang telah menjadi wasit selama satu tahun, menekankan pentingnya sportifitas dan profesionalisme dalam setiap pertandingan.
“Pengalaman saya mungkin belum banyak di dunia perwasitan, tetapi dalam HAPKIDO, saya sangat merasakan sportifitas yang tinggi. Meskipun kami berasal dari wilayah yang berbeda, ketika bertugas sebagai wasit, kami melupakan semua latar belakang tersebut dan bekerja seprofesional mungkin,” ujar Sarah.
Sarah juga mengungkapkan bahwa menjadi wasit HAPKIDO bukanlah hal yang mudah. Seorang calon wasit harus melewati seleksi ketat, meliputi tes fisik, psikologis, serta pemahaman mendalam tentang HAPKIDO.
Andreas Elia Waturandang, atlet HAPKIDO asal Sulawesi Utara yang meraih medali emas di PON XXI, berbagi kebanggaannya karena mampu menyumbangkan medali emas bagi daerahnya. Prestasinya turut mengangkat peringkat Sulawesi Utara ke posisi ke-16 di ajang PON XXI. Andreas, yang telah berlatih HAPKIDO sejak tahun 2015, menceritakan pengalaman berharga selama hampir 10 tahun berkarir.
“Saya mulai dari tahun 2015, dan dalam perjalanan sembilan tahun ini banyak pengalaman yang saya dapatkan. Pertandingan pertama saya di tahun 2018, dan dari situ saya ingin terus maju untuk meraih prestasi yang lebih besar di masa depan,” jelas Andreas.
Ia juga menyampaikan tantangan terbesar dalam persiapan adalah menjaga berat badan, mengingat HAPKIDO memiliki kategori berdasarkan berat badan.
Devi Safitri, peraih medali emas lainnya, telah aktif berkarir di HAPKIDO sejak Kejurnas 2017 dan meraih peringkat satu di Kejuaraan Dunia di Korea Selatan.
Setelah prestasi tersebut, Devi mendapat dukungan penuh dari Pengurus HAPKIDO Pusat dan direkrut sebagai anggota TNI AD. Devi mengakui kebanggaannya menjadi penyumbang medali emas pertama di PON XXI untuk Kalimantan Barat.
“Rasanya sangat senang setelah meraih medali emas pertama bagi Kalimantan Barat. Saya berharap ini bisa menjadi motivasi bagi atlet lain yang belum bertanding agar mereka juga bisa meraih medali emas,” kata Devi.
Bagi Devi, kondisi fisik yang prima adalah kunci dalam HAPKIDO. Tanpa fisik yang kuat, teknik tidak akan bisa dijalankan dengan optimal.
Dalam penutupan konferensi pers, Sarah kembali menegaskan bahwa HAPKIDO adalah olahraga bela diri yang lengkap, menggabungkan teknik bela diri dan seni.
Andreas menambahkan bahwa HAPKIDO mengajarkan kedisiplinan dan rasa saling menghormati, sedangkan Devi mendorong semua atlet untuk berani keluar dari zona nyaman dan menghadapi tantangan baru, karena setiap tantangan adalah peluang untuk meraih prestasi lebih tinggi.
Dengan terus berkembangnya olahraga HAPKIDO di Indonesia, harapannya cabang ini akan semakin populer di ajang nasional dan internasional, dimulai dari PON XXI Aceh-Sumut 2024.