PON Perekat Kebangsaan
Penulis: Agus Baharudin
Tak kenal maka tak sayang agaknya istilah paling tepat untuk menggambarkan arti Pekan Olahraga Nasional (PON) bagi bangsa Indonesia. Pesta olahraga nasional empat tahunan ini menjadi tempat pertemuan atlet, pelatih, ofisial, dan berbagai unsur pelengkap pertandingan olahraga dari seantero negeri. Karena itu, banyak orang menyebut PON sebagai perekat kebangsaan bagi setidaknya 1.340 suku bangsa di Indonesia.
Pertemuan para atlet, pelatih, ofisial, penonton, dan semua unsur yang terlibat dalam PON menjadikan mereka saling mengenal. Dengan saling mengenal akan muncul perhatian satu pada yang lain, serta rasa saling menyayangi.
Bagi para peserta PON, rasa saling mengenal akan terasa menguat saat defile peserta pada upacara pembukaan. Para peserta berkumpul dalam formasi masing-masing kontingen. Pada momen inilah masing-masing kontingen akan saling memperhatikan satu dengan yang lain. Begitu pula kerumunan penonton atau pemirsa televisi yang menyiarkan PON.
Rasa saling mengenal itu kian mendalam saat mereka berkompetisi. Penonton dan pemirsa televisi akan lebih mengenal masing-masing kontingen peserta. Rasa kebersamaan ini akan lebih menguat dan mengkristal saat seluruh kompetisi cabang olahraga usai.
Seusai berkompetisi, peserta yang menang maupun yang kalah akan berkumpul pada upacara penutupan PON. Mereka bukan lagi tergabung dalam kontingen masing-masing, namun berbaur dan dikelompokkan berdasarkan cabang olahraga yang mereka ikuti.
Momen itu akan menjadi pertemuan “terakhir” mereka sebelum kembali ke daerah masing-masing. Mereka baru akan bertemu kembali setidaknya empat tahun kemudian pada PON berikutnya.
Pada saat itulah akan terlihat para atlet, pelatih, ofisial, dan wasit saling menyampaikan salam perpisahan. Tak jarang dari mereka menitikkan air mata karena rasa haru harus berpisah.
Momen itu juga mengajarkan bahwa dalam olahraga, raihan medali bukanlah yang terpenting. Bagi peserta, keikutsertaan dan kebersamaan mereka dalam PON menjadi lebih bermakna dan utama ketimbang perolehan medali. Komitmen sebagai satu bangsa, satu negara, dan satu bahasa, yaitu Indonesia, akan kian mengkristal di hati para peserta.
PON Prestasi
PON selain menjadi perekat kebangsaan suku-suku di Indonesia, juga menjadi tolok ukur hasil pembinaan prestasi atlet masing-masing provinsi. Hal ini sangat penting bagi para teknokrat olahraga nasional. Hasil kompetisi di arena PON menjadi acuan untuk memetakan sebaran wilayah potensi atlet suatu cabang olahraga. Contoh wilayah timur Indonesia selama ini dikenal sebagai penghasil petinju berpotensi.
Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, pencarian atlet berbakat dan prioritas pembinaannya dapat lebih difokuskan berdasarkan wilayah sebaran prestasi atlet cabang olahraga tersebut.
Peta prestasi itu juga menjadi acuan pemerintah untuk mendirikan sekolah dan pusat pelatihan olahraga di wilayah tersebut. Apabila sekolah dan pusat pelatihan sudah tersedia di wilayah tersebut, pemerintah hanya perlu memperkuat dukungan pendanaannya dan memutakhirkan pengembangan ilmu dan teknologi olahraganya.
Industri dan Budaya
Arena PON menjadi etalase berbagai produk barang perlengkapan olahraga, semisal sepatu, pakaian, raket, dan pelindung tubuh (body protector). Karena itu, PON memiliki arti penting bagi perancang dan produsen perlengkapan olahraga.
PON menjadi ajang bagi produsen nasional untuk mempromosikan perlengkapan olahraga produksinya. Arena PON sekaligus digunakan untuk mengukur kualitas perlengkapan olahraga produksinya dan kualitas produksi produsen pesaing. Pada gilirannya, produksi perlengkapan olahraga nasional dapat bersaing dengan produk asing yang masih dominan di Indonesia.
PON bukan hanya etalase hasil produksi produsen besar, namun juga bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kualitas suatu produk tidak selalu mutlak dihasilkan oleh pengusaha besar. Pelaku UMKM pun dapat menghasilkan produk berkualitas tinggi, semisal produksi berbahan kulit, furnitur, makanan dan minuman, serta perhiasan.
Bagi provinsi tuan rumah penyelenggara, arena PON menjadi ajang promosi wisata, budaya, investasi, dan sebagainya. Tentunya, hal ini disesuaikan dengan potensi dan sumber daya yang tersedia, baik itu sumber daya alam maupun sumber daya manusia. ***