SEA Deaf Games 2025: Inovasi Futsal Demi Aksesibilitas Atlet Tunarungu
Jakarta, 20 Agustus 2025 – Priyagung Bhadrika Nayottama Wibowo
Ajang olahraga internasional SEA Deaf Games (SDG) II 2025 resmi berlangsung pada 20–26 Agustus 2025, yang dibuka di GOR Universitas Negeri Jakarta. Kejuaraan ini mempertemukan atlet-atlet Tunarungu dari Brunei Darussalam, Laos, Filipina, Timor-Leste, Malaysia, dan Indonesia. SEA Deaf Games II mempertandingkan enam cabang olahraga yaitu atletik, bulu tangkis, boling, catur, futsal, dan tenis meja.
Acara ini berlangsung di bawah koordinasi Perhimpunan Olahraga Tunarungu Indonesia (Porturin) bersama ASEAN Deaf Sports Federation. Untuk cabang futsal, pertandingan dilaksanakan di ANFA Arena, KTC Mall Kelapa Gading, dengan penerapan inovasi aturan berbasis visual yang menjadi sorotan dalam rilis ini.
Menurut Nasrudin, Technical Delegate cabang olahraga futsal, mengatakan bahwa tantangan terbesar terletak pada perbedaan cara berkomunikasi antara wasit dan pemain. “Kami kan tidak menggunakan peluit ya, kami menggunakan bendera, dengan menggunakan bendera ini tentu jadi lebih visual dan lebih terlihat bagi kami, jadi lebih aksesibel bagi kami.” jelasnya. Hal ini menjadikan edukasi dan sosialisasi aturan sangat penting, agar bisa memberikan pemahaman baru bagi wasit yang terbiasa menggunakan peluit.

Inovasi aturan tersebut menunjukkan bahwa SEA Deaf Games berkomitmen dalam membangun olahraga yang ramah dan inklusif bagi seluruh peserta. Tidak hanya memberikan pengalaman kompetisi yang adil, ajang olahraga ini juga menjadi contoh bagi event olahraga lain.
SEA Deaf Games 2025 tidak hanya menjadi ajang kompetisi olahraga saja, tetapi juga sebuah simbol kesetaraan dan persaudaraan. Adaptasi aturan dalam cabang olahraga futsal, membuktikan bahwa keterbatasan bukan menjadi penghalang untuk meraih prestasi di level Internasional. Dengan dukungan Porturin, ASEAN Deaf Sports Federation, dan seluruh pihak terkait, diharapkan SEA Deaf Games 2025 dapat melahirkan inspirasi sekaligus motivasi baru untuk mendorong perkembangan olahraga tunarungu di kawasan Asia Tenggara, terutama di Indonesia.