Pelantikan PBFI 2025-2029 oleh Ketua Umum KONI Pusat: Semangat Sportivitas Atlet Tanpa Doping

Pengurus Pusat Persatuan Binaraga dan Fitness Indonesia (PP.PBFI) periode 2025–2029 resmi dilantik oleh Ketua Umum KONI Pusat, Letjen TNI (Purn.) Marciano Norman, pada 3 November 2025. Pelantikan tersebut menandai babak baru bagi PP. PBFI di bawah kepemimpinan Irwan Alwi, yang kini menjabat sebagai Ketua Umum bersama jajaran pengurus baru.
“Kami menyampaikan permohonan maaf bahwa penyelenggaraan PON XXI masih ada penggunaan doping,” Ujar Alwi dalam sambutannya.
Diketahui, pada penyelenggaraan PON Aceh-Sumut 2024 terdapat atlet yang dinyatakan positif menggunakan doping, beberapa diantaranya bahkan peraih medali emas dan perak.
Oleh karena itu, Ketum KONI Pusat memotivasi jajaran kepengurusan PBFI 2025-2029 untuk terus mengupayakan para atlet agar bersih dari doping. “Mari satukan tekad kepengurusan PP.PBFI masa bakti 2025-2029 harus Extra Ordinary dan terus mendukung para atletnya yang bersih tanpa doping” serunya.
Terbuktinya atlet-atlet yang menyalahgunakan doping pada PON 2024, menunjukkan bahwa kampanye agar atlet lebih jujur dan suportif harus lebih digencarkan. “Kami harapkan koordinasi PBFI dan KONI Pusat terus ditingkatkan, dan juga kita terus berupaya bersama mengurangi adanya kasus-kasus doping,” tambah Marciano.

Pelarangan doping dalam dunia olahraga, selain karena fakta sangat berbahaya bagi kesehatan, tetapi juga terkait tingkat sportivitas atlet dalam berkompetisi secara adil dan jujur. Penggunaan doping dalam kompetisi olahraga adalah bentuk ‘manipulasi’ performa atlet untuk tampil lebih baik. Padahal, seharusnya performa baik dicapai melalui latihan yang maksimal. Penggunaan doping memberikan kemampuan ekstra pada tubuh atlet di luar kapasitas maksimalnya.
Ketua Umum PBFI menyatakan bahwa ia sudah mengupayakan atlet tanpa doping, tetapi masih ‘kecolongan’ oleh atlet yang nakal pada PON 2024 lalu. “Kami mohon maaf bahwa dalam penyelenggaraan PON XXI masih ada penggunaan doping. Hal tersebut merupakan pukulan bagi kami dan akan terus kami evaluasi agar ke depan menjadi lebih baik,” jelas Alwi.
Dalam dunia olahraga memang ukuran keberhasilan dilihat dari kemenangan seorang atlet dalam sebuah kompetisi. Tampil sempurna, fenomenal, memenuhi standar ekspektasi dan menjadi juara, menjadi tuntutan yang harus dipenuhi seorang atlet dalam berkompetisi. Kondisi seperti ini menciptakan tekanan yang cukup kuat.
Akhirnya, dalam situasi seperti ini, terdapat atlet yang memilih menggunakan doping sebagai jalan cepat untuk menjaga bentuk tubuh dan tenaga agar tetap kompetitif.

Namun, ‘jalan cepat’ ini membuat olahraga kehilangan esensinya. Seorang atlet harus dapat menjunjung nilai sportivitas dan kejujuran untuk menampilkan yang terbaik. Kalah dan menang menjadi bonus, yang terpenting adalah semangat sportivitas seorang atlet.


