Citra Febrianti: Sampai Sekarang Tulang Belakang Patah Belum Diobati
Oleh: Bidang Media dan Humas KONI Lampung
Nama Citra Febrianti, lifter Lampung yang membela Indonesia di Olimpiade London 2012, kembali mencuat ke permukaan setelah namanya disebut sebagai pemenang resmi medali Perak Olimpiade saat itu. Hal tersebut terjadi lantaran dua lifter di atasnya dinyatakan positif doping sehingga gelarnya dianulir.
Pada saat perhelatan internasional itu, Citra berada di peringkat keempat. “Saya kan badannya paling kecil meskipun kami berada di kelas 53 Kg. Kalau melihat lifter lain ototnya sudah seperti lelaki. Meskipun saya cukup minder saat itu, tetapi saya berusaha tampil sebaik mungkin, diarahkan pelatih Pak Eddy Santoso”, katanya, di Jakarta, 21 Desember 2020 usai menerima bonus dari Kemenpora.
Persaingan pada Olimpiade memang sangat jauh dibandingkan event nasional. Itu karena semua negara berambisi untuk berebut posisi tiga tempat teratas, guna meraih medali Emas, Perak dan Perunggu. Citra berada satu kelas dan satu grup dengan para lifter andalan negara lain seperti Zulfiya Chinshanlo asal Kazakhtan, Shu-Ching dari China Taipei, Cristina Lovu asal Moldova, Iulia Paratova dari Ukraina, Rusmeris Villar Barbosa dari Kolombia, Alexandra Klejnowska dari Polandia, Thi Thuy Nguyen dan Vietnam dan Weili Yu dari Mongolia.
Dengan lawan-lawan tangguh, Citra akhirnya bertekad untuk tampil maksimal semampunya. Bahkan tidak lagi memikirkan medali apapun, yang penting konsentrasi penuh. Dalam dua angkatan, yakni Clean and Jerk dan Snacth, Citra mampu memperbaiki catatan angkatan waktu latihan. “Kalau waktu latihan memang biasanya kita mengangkat lebih bagus ketimbang waktu tanding. Karena faktor berat badan dan mentalitas. Kalau latihan berat badan kita mungkin bisa lebih berat dan mengangkat barbelnya jadi kelihatan lebih ringan. Tapi kalau pas tanding, kan kita biasanya menurunkan berat badan, sedangkan barbelnya harus lebih dari saat latihan, jadi ya tampak lebih berat”, jelas atlet asal Lampung.
Akan tetapi di Olimpiade, Citra malah bisa mengangkat lebih berat dari pada saat latihan, meskipun dalam tekanan mental yang berat. “Angkatan saya bisa mencapai 115 Kg untuk Clean and Jerk dan di Snacth 80 kg itu di atas rata-rata latihan di Indonesia”, katanya.
Patah Tulang Belakang
Risiko berat bagi seorang olahragawan adalah cedera. Apalagi olahraga Angkat Besi dan Angkat Berat, pasti sangat berisiko terjadinya terkilir, keseleo hingga cedera patah tulang. Hal tersebut terjadi pada Citra Febrianti, yang kini sudah tidak mungkin jadi lifter setelah mengalami cedera patah tulang belakang di atas tulang ekor.
“Tulang belakang saya patah, dan sejak saat itu saya harus berhenti menjadi lifter. Karena rasa sakit nyeri setiap saat dan saya hanya minum obat pengurang rasa sakit, agar tidak terlalu sakit”, ucapnya menceritakan perih yang dirasakan. “Namun sampai sekarang belum bisa berobat dengan wajar, makanya masih sering nyeri sekali”, tambahnya.
Dia berharap pemerintah juga memberikan perhatian soal ini meskipun kini sebutannya adalah mantan atlet. “Memang kadang sedih, kalau merasakan hal ini. Sekarang saya merasa seperti orang tak berguna di dunia olahraga ini seperti sampah rasanya”, katanya sedih.
Citra kembali mengungkapkan keinginannya untuk kembali hidup wajar tanpa rasa sakit itu. Dia berpendapat bahwa cedera ini terjadi karena usaha mengharumkan nama bangsa. “Saya turun di cabang Angkat Besi ini sadar akan risikonya. Semua yang saya lakukan hanyalah untuk membela daerah dan negara ini. Salahkah jika saya juga berharap ada perhatian dari negara dan daerah saya untuk mengobati patah tulang saya ini?”, katanya berharap segera pulih.