Sinar UV: Salah Satu Solusi untuk Cegah Covid-19 Menular

Pandemi Covid-19 belum usai hingga akhir tahun 2020. Di Tanah Air, sudah hampir 10 bulan virus tersebut menebar ancaman ke seluruh Indonesia. Penyebarannya masih terbilang tinggi hingga menjelang tahun 2021. Banyak yang berharap virus tersebut segera sirna dari muka bumi.

Pasalnya, ancaman penyebaran Covid-19 telah berdampak banyak ke lini kehidupan. Demi menyelamatkan diri dari virus, berbagai kegiatan harus mengalami penyesuaian. Metode virtual kerap dijadikan jalan keluar dalam upaya melakukan penyesuaian.

Meski demikian, tak semua kegiatan efektif membuahkan hasil sebagaimana sebelum Covid-19 muncul. Misalnya beberapa kegiatan yang masih belum tergantikan sempurna oleh metode virtual seperti kompetisi beberapa cabang olahraga, sekolah, pariwisata dan sebagainya. Alhasil perekonomian mendapatkan dampak besar dari Covid-19.

Menanggapi pandemi yang tak dapat dipastikan usainya, maka perlu memberanikan diri melakukan aktivitas sebagaimana seharusnya. Melakukan berbagai aktivitas adalah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Akan tetapi, dalam melakukan kegiatan harus diiringi dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat supaya risiko terpapar virus Covid-19 kecil.

Beberapa yang perlu diperhatikan tentunya adalah penerapan protokol kesehatan. Banyak himbauan bahkan aturan yang memaksa seluruh orang menggunakan masker, menjaga jarak, sering cuci tangan dan bahkan mengharuskan tes Covid-19 untuk hanya mengizinkan mereka yang dinyatakan non-reaktif.

Tes swab antigen dilakukan sebagai syarat dapat mengikuti kegiatan

Hal kedua yang perlu diperhatikan oleh seluruh orang adalah terkait imunitas yang dimilikinya. Jika imunitas atau daya tahan tubuh baik maka probabilitas terpapar covid-19 juga kecil. Oleh karenanya, setiap orang membutuhkan olahraga yang cukup, gaya hidup yang sehat dan nutrisi yang baik.

Hal ketiga adalah adaptasi kebiasaan baru dengan lebih memperhatikan lingkungan sekitar. Setiap orang perlu melakukan sterilisasi tempat yang kerap ditempati. Alasannya adalah, virus Covid-19 dapat menempel di benda mati yang berada di sekitar dalam waktu yang lama.

Mengacu pada penelitian dari National Institutes of Health, Centers for Disease Control and Prevention, UCLA dan Princeton University, aerosol (partikel padat atau cair yang sangat kecil dan ringan di udara) dapat bertahan 3 jam di udara. Aerosol menjadi kekhawatiran banyak orang karena dapat tersebar melalui udara.

Virus Bertahan Lebih Lama di Sekitar Kita

Ilustrasi ruangan rapat

Ternyata virus Covid-19 yang menempel di benda jauh lebih lama. Organisasi kesehatan dunia, WHO terangkan di karton virus dapat bertahan 24 jam. Lebih parah jika berada di permukaan plastik atau bahan stainless, bisa 72 jam virus bertahan. Selain itu di besi, kayu dan kaca dapat bertahan lebih lama lagi, yakni 4 hari.

Bayangkan jika aerosol yang mengandung virus Covid-19 berada di seluruh penjuru ruangan seperti kaca cermin yang kerap dilihat dari dekat. Meja rapat dan meja makan juga dapat menjadi tempat penyebaran Covid-19, mengingat kerapnya orang yang membuka masker kala meminum secangkir kopi dan menyantap hidangan. Tentunya banyak lagi benda mati di ruang ibadah, kamar kecil dan lainnya yang dapat berpotensi menjadi tempat penyebaran Covid-19.

Sinar Ultraviolet menjadi Opsi Adaptasi Kebiasaan Baru

Salah satu solusi mengurangi Covid-19 di beberapa ruangan yang kerap ditempati adalah dengan sterilisasi menggunakan sinar Ultraviolet-C (UV-C). Sinar dengan panjang gelombang 100 – 280 nanometer tersebut sudah digunakan untuk sterilisasi alat medis dan disinfeksi air.

Riset dari Columbia University tahun 2018 membuktikan bahwa sinar tersebut dapat melawan virus lebih dari 95% dalam waktu 20 menit. Hasil riset terbaru dari universitas tersebut mengaitkan Covid-19 dengan sinar UV-C. Hasil percobaan membuktikan bahwa sinar UV-C yang aman untuk manusia dapat membutuh lebih dari 99,9% Covid-19 yang berbentuk aerosol ataupun droplet.

Sinar UV-C memiliki kelebihan untuk membunuh Covid-19 dan terbilang praktis penggunaannya, hanya menyalakan lampu tersebut ketika sejenak meninggalkan ruangan. Akan tetapi, kekurangan UV-C juga perlu diperhatikan. Sinar UV-C tidak disarankan langsung ke kulit dan juga tidak disarankan untuk melihat ke arah lampu.

 “Yang aman, lampu sterilisasi dinyalakan ketika tidak ada orang dan binatang di dalam ruangan. Jika terkena langsung ke kulit bisa terbakar dan jika dilihat langsung dapat terjadi photokeratitis yaitu peradangan pada kornea”, terang Harry Wahyudi, founder Thuc System (start up penyedia UV-C).

Dalam rangka mengurangi risiko, suatu sistem diperlukan menurut Harry. “Pada Thuc System, kita memadukan antara UV-C dengan teknologi sederhana untuk keamanan, misalnya dengan membuat lampu penanda, sensor gerak maupun suhu badan, dan sebagainya”, terangnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa opsi dalam menjalankan adaptasi kebiasaan baru semakin banyak. Diharapkan ke depan, penyebaran Covid-19 dapat landai hingga berakhir dengan tuntas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *