Dalam Keprihatinan KONI Genap 82 Tahun

M.Nigara, Wartawan Olahraga Senior

Peringkatan Hari Ulang Tahun KONI ke-82

UJIAN tampaknya masih akan terus dihadapi oleh KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) meski hari ini usianya telah genap 82 tahun. Seharusnya, KONI di usianya yang jauh lebih tua dari republik sudah tak harus menghadapi kesulitan fundamental (keuangan). Seharusnya, di usia yang sedemikian, KONI sudah bisa tersenyum.

Tapi, tidak untuk saling menyalahkan, karena situasi dan kondisi, setiap Ketua Umum dan pengurus KONI yang baru datang, mereka harus kembali memulai dari nol.

Bahkan di era Marciano Norman, langkahnya jauh lebih ke belakang. Kesulitannya bukan hanya persoalan fundamental keuangan, tapi juga persoalan yang jauh dari itu.

Sekali lagi, ini tidak pada posisi menyalahkan , persoalan hukum menjadi bagian yang menggelayuti sangat berat. KONI saat ini selain masih bergelut untuk mencari dana bagi kepentingan operasional, di saat yang bersamaan KONI juga wajib membangkitkan kepercayaan kembali. Sungguh pekerjaan yang sangat berat.

Langkah KONI di usianya yang ke-82 ini jauh lebih rumit di banding era ISI (Ikatan Sport Indonedia) yang dideklarasikan tahun 1938. Saat itu, ISI berat karena faktor penjajah, kesulitan yang justru dapat meningkatkan kepercayaan kaum muda.

ISI? Ya, jauh sebelum republik Indonesia diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta, para tokoh olahraga sudah lebih dulu mendeklarasikan Indonesia lewat ISI. Bahkan jauh sebelum ISI, Ir. Soeratin lebih dulu memproklamirkan Indonesia, tepatnya 10 April 1930, melalui berdirinya PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeloeh Indonesia). Jadi, ISI adalah cikal-bakal KONI. Semua itu dipicu dengan kemunculan berdirinya organisasi kepemudaan Boedi Oetomo, 20 Mei 1908 dan Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928.

KONI, sejak masih menjadi ISI, seluruh pekerjaannya hanya dan selalu untuk kepentingan dan kejayaan negara. Namun perubahan keadaan, perubahan garis politik praktislah yang membuat KONI menjadi tak menentu.

Bayangkan, sekitar 12 tahun, KONI seperti sesuatu yang tak berharga. Setiap langkah KONI, seperti ada yang menghalangi. KONI seperti kehilangan asmanya. Marwah KONI tenggelam ke lubang yang gelap.

Bersyukur, hadirnya Dr. Zainudin Amali sebagai Menpora membuat KONI seperti hidup kembali. Meski begitu, masih terlalu banyak hal-hal, khususnya yang terkait dengan anggaran, belum juga bergerak.

Baik Kemenpora maupun KONI, Menpora maupun Ketum KONI, belum bisa berbuat apa-apa. Ketatnya rezim anggaran dan masalah hukum yang masih tersisa, membuat keinginan, niat baik, dan sejarah masa silam belum mampu mengubah keadaan.

Sama seperti banyak ketua cabang olahraga, Ketum KONI terpaksa berjibaku untuk memutar roda KONI tak terhenti. Meminjam dari pihak ketiga tampaknya masih menjadi bagian yang lumrah dalam dunia olahraga. Ya, prinsip utamanya, apa pun itu, roda KONI harus tetap berputar.

Kedepan, sepertinya semua pihak, termasuk DPR-RI, wabil khusus Komisi X yang membidangi dunia olahraga dan pendidikan, bisa duduk bersama dan memberikan jalan keluar tanpa harus melanggar ketentuan. Kemenpora yang menjadi wakil pemerintah dan pemegang UU-SKN no.3 tahun 2005, (Sistem Keolahragaan Nasional) juga diberi alat yang mudah (sesuai regulasi keuangan negara) agar dapat membantu. Dan KONI sebagai induk cabang-cabang olahraga, bisa kembali berperan seperti sediakala tanpa harus Ketumnya berjibaku dan tentu saja tidak melanggar ketentuan terkait sistem keuangan negara.

Ujung dari semua itu, cabor-cabor bisa memberikan yang terbaik bagi kemajuan dan kejayaan dunia olahraga kita.

Selamat ulang tahun ke-82 KONI, semoga Allah memberi kekuatan dan kemudahan. Jayalah olahraga Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *