Olahraga Berkuda Perlu Waspada dengan Penggunaan Doping

Satu-satunya cabang olahraga yang atletnya manusia dan hewan adalah olahraga berkuda. Meski hewan, ternyata kuda juga dapat dikaitkan dengan penggunaan Doping. Hal tersebut dijelaskan pasca pembukaan resmi Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Hybrid Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP.Pordasi) Tahun 2023 pada 9 November 2023 di The Rich Jogja Hotel.

Materi tentang Doping diberikan oleh salah satu pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Drs.Twisyono dan pengurus Indonesia Anti Doping Organization (IADO) Natasha Marcelina.

KONI Pusat sendiri mengkampanyekan agar atlet-atlet Indonesia dapat berprestasi tanpa Doping. Bersama IADO, KONI Pusat melakukan sosialisasi dan edukasi anti Doping ke seluruh anggota KONI Pusat, termasuk PP.Pordasi. Harapannya pada Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh-Sumatera Utara Tahun 2024, tidak ada kasus Doping, atau Zero Doping, begitu penjelasan Twisyono.

Sebagai catatan, Pada PON XVII/2012 Riau terdapat 7 atlet dari 6 cabor yang terkena Doping. Selanjutnya di PON XIX/2016 Jawa Barat terdapat 12 atlet dari 4 cabor. Terakhir PON XX/2021 Papua jumlahnya turun menjadi 5 atlet dari 2 cabor.

“Doping didefinisikan sebagai terjadinya satu atau lebih pelanggaran terhadap aturan anti Doping, yaitu terdapat zat terlarang atau metabolisme atau penanda terlarang pada sampel olahragawan,” jelas Twisyono merujuk Pasal 1 World Anti Doping Organization (WADA) Code. Pada olahraga pacu kuda di Inggris sebelum tahun 1900, Doping merupakan obat yang dicampur zat yang termasuk narkotika.

Kelak IADO akan fokus terkait Doping atlet berkuda, yakni Joki Pacu Kuda yang berlaga di Takengon, Aceh dan Rider Equestrian yang bertanding di Deli Serdang Sumatera Utara. Doping pada kuda akan dikelola oleh di luar IADO.

Twisyono melanjutkan edukasi tentang Doping, ia menjelaskan mengapa meningkatkan performa melalui Doping dilarang. Beberapa alasannya antara lain;

  • menipu diri sendiri, orang lain dan nilai-nilai keolahragaan,
  • Bertentangan semangat fair-play,
  • Merusak organ tubuh dan menjadi penyakit di kemudian hari,

Diingatkan juga agar waspada pada herbal karena minimnya keterangan rinci. Hal tersebut sangat memungkinkan bila diantaranya ada yang terindikasi Doping. Dijelaskan juga beberapa obat yang biasanya digunakan;

  • P.1 Beta-Blocker yang mengontrol hipertensi memperlambat denyut jantung, (biasa digunakan untuk panahan, menembak, biliar, golf dan sebagainya,
  • Diuretic mengobati hipertensi sehingga buang air terus dan menurunkan berat badan, (biasa untuk berkuda dan tinju),
  • Steroid untuk membangun otot yang biasa digunakan angkat besi, angkat berat, binaraga,
  • Stimulan untuk tingkatkan stamina,

Namun begitu, ada juga pembebasan jika memang atlet memerlukannya secara medis. Dengan kata lain, akan mengalami gangguan kesehatan atau memburuk tanpa konsumsi zat tersebut. Selain itu, apabila zat tersebut tidak berdampak pada performa dan tidak ada alternatif untuk atlet.

Tes Doping sendiri setidaknya ada dua jenis. Pertama In of Competition Test (ICT) yang mana tes dilakukan berdasarkan peraturan federasi internasional atau penyelenggara kompetisi pada atlet yang menempati podium, pemecah rekor atau acak. Kedua adalah Out of Competition (OOCT) yang tes digelar di luar kompetisi, di tempat dan waktu yang acak, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Bila terbukti Doping, sanksi keras dapat menimpa atlet, mulai dari diskualifikasi, pencabutan medali hingga skorsing 8 tahun sampai seumur hidup. Hukuman bergantung dengan zat yang digunakan, jenis peraturan yang dilanggar, jumlah pelanggaran yang pernah dilakukan, dan sebagainya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *