Pelatih Klub Wushu Terbaik di Indonesia, Tertarik Wushu Karena Film

Pengurus Besar Wushu Indonesia menggelar ‘Virtual Wushu Championship 2020’ yakni pertandingan virtual Taolu. Kejuaraan digelar pada pertangahan Oktober 2020, yakni rentang waktu 10 – 17 Oktober.

Adalah Rajawali Sakti klub asal Pluit, DKI Jakarta yang menangkan kejuaraan. Perolehan akhir klub tersebut adalah 13 emas, 9 perak dan 8 perunggu. Kejuaraan sendiri mempertandingkan 632 atlet dari 50 sasana atau klub yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sosok penting di sini adalah pelatihnya yakni Herman Wijaya. Ia menggeluti olahraga Wushu sejak remaja ketika Wushu masih baru di Indonesia. Dengan begitu, probabilitas menjadi atlet unggulan lebih besar.

Ternyata dulu, Herman juga latihan Taekwondo, namun ia memilih wushu karena peluang yang lebih baik. ”Kalau Taekwondo, satu Jakarta Pusat aja saya belum tentu bisa masuk, karena wushu baru, saya langsung masuk namanya”, katanya mengenang cerita 27 tahun silam. Tak tanggung, ia pun pernah belajar Wushu di negara asalnya, Cina.

Hingga saat ini, ia masih aktif di dunia wushu dengan menjadi pelatih Rajawali Sakti. Terbukti kesungguhannya dalam wushu menghasilkan prestasi anak-anak didiknya menjuarai kejuaraan tingkat nasional antar klub yang PB.WI gelar.

Idola Herman Wijaya semasa kecil. (sumber: Kungfun.com)

Hal menarik adalah fakta bahwa ia tertarik pada Wushu karena film. “Karena ketertarikan saya dengan film”, bukanya ketika berbagi pengalaman. “Waktu itu jamannya saya ada film Shaolin pemeran utamanya adalah Jet Li, terus ada lagi film Kungfu Master”, lanjutnya menambahkan.

Akhirnya pada tahun 1993, sang pelatih menggeluti Wushu yang mana induk dari kungfu. “Saya tertarik wushu gerakannya bagus, bisa main golok”, terangnya. Perguruannya kala itu mengikuti perkembangan nasional sehingga Herman menjadi angkatan pertama Wushu.

Tertarik Karena Film Justru Melarang Anak Didik Main Film

Meski begitu, Herman melarang anak didiknya bermain film ketika masih berlatih. “Banyak atlet saya ilang gara-gara itu”, ucapnya. Menurutnya fokus atlet akan terpecah jika main film ketika masih latihan. Biasanya ketika kembali berlatih lagi, mereka akan kalah dengan teman-temannya. Hal tersebut membuat patah semangat.

Sang Pelatih baru izinkan atlet bermain film ketika sudah tidak berlatih atau tidak mengejar prestasi apapun.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *