Tan Joe Hok, Patriot Olahraga Berprestasi Indonesia Yang Lahir Dari Masa Sulit

Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat memberikan penghargaan ‘KONI Lifetime Achievement Award in Sport’ kepada Tan Joe Hok sebagai bentuk penghargaan atas prestasi yang mengangkat nama Indonesia di kancah Internasional pada masa negeri ini terbilang baru merdeka. Penghargaan yang diberikan pada 12 November 2021 lalu menarik perhatian media olahraga untuk mendalami sosok Tan Joe Hok.

Ketua Umum (Ketum) KONI Pusat Letjen TNI Purn Marciano Norman menegaskan bahwa Tan Joe Hok pantas menjadi teladan bagi Patriot Olahraga Prestasi Indonesia saat ini. Alasannya, karena Tan Joe Hok dapat meraih prestasi meski hidup ditengah kondisi yang sulit.

“Tentunya kita tetap mereview ke belakang. Seperti Pak Tan Joe Hok yang menginspirasi kita semua, karena pada masa sulit saja Pak Tan Joe Hok bisa menjadi juara, kita pada saat ini harusnya bisa lebih baik, karena pada zaman Pak Tan Joe Hok untuk berlatih saja memerlukan usaha yang lebih, namun bulu tangkis Indonesia bisa maju,” kata Ketum KONI Pusat pada Program Ruang Ganti dari Sportstar.id (MNC Group).

“Saya berharap olahraga menjadi pemersatu bangsa dan menempatkan Indonesia di tempat yang lebih tinggi, dengan demikian Indonesia bisa dilihat memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat kompetitif dalam menghadapi perkembangan zaman ini,” sambungnya menyampaikan harapan.

Sang Legenda lahir dari situasi yang sulit. Ambisi awalnya bahkan hanya untuk dapat hidup cukup, tidak lebih. “Hal yang memotivasi saya sampai bisa seperti sekarang, saya hanya berdoa kepada Tuhan, saya hanya ingin makan dan memiliki kehidupan yang cukup,” tegas pria yang turut meraih Piala Thomas pertama Indonesia tahun 1958.

Tan Joe Hok bercerita bahwa pembinaan olahraga di zamannya masih sederhana dan belum sebaik sekarang, bahkan menurutnya saat ini dapat dikatakan mewah. Fasilitas di era Tan Joe Hok, sangat minim sehingga membutuhkan usaha yang lebih untuk berlatih. Terlebih, ia lahir di kalangan keluarga yang sangat sederhana, namun ia merasa berkah dari Tuhan untuk dirinya begitu besar, hampir di setiap bidang olahraga yang dicobanya, ia selalu bisa menjadi yang terbaik.

Dahulu, Tan Joe Hok merupakan saksi sejarah era peperangan. “Saya ini orang sisa zaman perang, saya mengalami yang namanya harus mengungsi ke kanan-kiri, tahun 1942 atau 1943 saya mengungsi hanya membawa seekor ayam dan mengendap-endap karena kondisinya masih tidak memungkinkan, saya mengalami hidup di tengah perang saat Jepang di Indonesia dan sempat hanya memakai baju karung karena rumah saya terbakar,” jelasnya.

Berbicara olahraga bulu tangkis, Tan Joe Hok menggunakan lapangan dengan perlengkapan seadanya. Nett pada lapangan bulu tangkis tempat ia berlatih hanya terbuat dari bambu dan penerangan yang digunakan hanya berasal dari lampu Petromaks. Ia bahkan sempat gunakan bakiak sebagai raket untuk berlatih.

Meski begitu, keterbatasan bukan rintangan berarti demi bangsa dan negara yang ia cintainya. Ketika menjuarai Thomas cup, ia merasa sangat bangga bisa mewakili Indonesia pada ajang bergengsi tersebut. Tan Joe Hok juga merupakan anak bangsa pertama yang berhasil raih medali emas Asian Games 1962. Ia pun bangga karena meraih berbagai prestasi yang membanggakan meskipun harus memulainya dari nol.

Dengan begitu, semakin jelas alasan Tan Joe Hok mendapatkan penghargaan dari KONI Pusat. Pria asal Bandung itu juga tetap mengamati perkembangan pembinaan bulu tangkis nasional saat ini dengan beberapa evaluasi.

“Yang saya lihat saat ini masih kurang dalam bulu tangkis, karena regenerasi terus, maintain-nya, dan melewati proses yang tidak mudah, sebetulnya orang kita sangat talented dan hebat, namun saat tertentu mentok hanya di situ saja, karena fokus mereka terpecah dengan memikirkan masa depannya masing-masing, sehingga konsentrasi pun tidak berjalan dengan baik,” terang Tan Joe Hok menyinggung masa depan atlet.

Ketua Umum KONI Pusat menjelaskan bahwa pada saat ini hal yang cukup berat adalah anggaran, dengan menyinggung Design Besar Olahraga Nasional (DBON) dan Undang-Undang Sistem Olahraga Nasional, Ketum KONI Pusat menjelaskan solusi dari permasalahan anggaran ini. Pelatihan serta pembinaan olahraga tentunya memerlukan anggaran yang tidak sedikit jumlahnya, sehingga dibutuhkan anggaran yang memadai, demi mendukung prestasi yang lebih dari para atlet.

“Tanpa adanya liga sulit untuk mengukur prestasi, untuk mempersiapkan kompetisi atlet kita memang harus di latih di luar negri agar efektif, dan ini membutuhkan dana yang memadai, oleh karena nya sekarang sedang ada revisi Undang-Undang Sistem Olahraga Nasional oleh yang dilakukan oleh Komisi 10 DPR RI, salah satu nya membahas tentang anggaran yang harus diperhatikan dan perlu ditingkatkan agar cabang olahraga tertentu mendapatkan pelatih dari luar, standarisasi pelatih jadi prioritas, keikutsertaan tim nasional untuk bisa melihat sejauh mana prestasi yang diraihnya, dalam Design Besar Olahraga Nasional (DBON)  Menpora melibatkan para Gubernur dan Bupati serta Walikota supaya kita bisa mengelola anggaran dengan baik” ucap Ketum KONI Pusat.

Tan Joe Hok menanggapi penjelasan dari Ketum KONI Pusat dengan menyampaikan ke khawatiran yang dihadapi pada saat ini, dan berharap pemerintah dapat mendukung jaminan kesehatan bagi para atlet baik yang masih aktif ataupun yang sudah pensiun.  

“Nggak ada paksaan untuk saya menjadi atlet, yang saya takutkan hanya jika saya sakit, karena saat ini perawatan sangat mahal. Kita sebagai masyarakat dalam satu negara ini sangat banyak, namun kalau pemerintah sudah membuat Undang-undang, minimal untuk kesehatan dan jaminan hidup,” jelasnya berharap jaminan kepada para atlet.

Di samping itu, Ketum KONI Pusat juga menjelaskan bahwa lembaga yang dipimpinnya terus berusaha mengupayakan beasiswa pendidikan tinggi bagi para atlet berprestasi guna mempersiapkan masa pensiun. Faktor pendidikan menjadi salah satu faktor terpenting bagi para atlet yang sudah tidak aktif lagi, walaupun bonus peraih medali cukup besar.

“Atlet peraih medali emas pada masa sekarang mendapat hasil yang sangat besar, namun tidak semua atlet pandai dalam mengatur hasilnya, salah satu faktor terpenting dalam mendukung masa depan atlet adalah pendidikan, KONI juga bekerja sama dengan beberapa universitas untuk memberikan beasiswa bagi para atlet berprestasi, KONI Pusat telah melakukan tanda tangan kerja sama dengan Universitas Terbuka untuk pembelajaran jarak jauh (PJJ), sehingga setelah masa emasnya hilang, atlet-atlet berprestasi ini kembali menjadi warga negara biasa bisa lebih berkembang pada bidang lainnya,” tutup Marciano.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *