Tragedi Stadion Kanjuruhan dan Tindak Lanjut Pembenahannya

sumber: Antara

Tragedi menyedihkan terjadi usai tuan rumah Arema FC kalah melawan Persebaya dengan skor 2 – 3 pada 1 Oktober 2022. Pasca wasit meniup peluit panjang tanda akhirnya pertandingan di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, sebagian suporter Arema yang kecewa berat karena tidak menerima kekalahan berupaya turun ke lapangan.

Alhasil tembakan gas air mata dilakukan oleh aparat karena imbauan persuasif tidak digubris para oknum suporter. Oknum Suporter yang kecewa menjadi agresif dan membuat tindakan vandalisme (merusak). Tidak semua suporter melakukan tindakan tidak terpuji, sebagian suporter panik berbondong berupaya keluar pintu 10 dan 12. Penumpukan suporter panik tersebut berdampak korban jiwa.

Pada pagi hari Minggu tanggal 2 Oktober 2022, tercatat total 130 orang meninggal dunia, termasuk dua orang polisi, 34 orang meninggal di stadion dan sisanya tak tertolong saat dalam upaya penyelamatan. 180 orang luka masih dalam perawatan dan total 13 mobil rusak yang mana 10 diantaranya milik kepolisian setempat.

PSSI langsung membentuk tim investigasi dan PT.Liga Indonesia Baru menghentikan Liga 1 2022-2023 untuk satu pekan.

Atas kejadian tragis yang juga menyita perhatian dunia internasional, Ketua Umum (Ketum) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Letjen TNI Purn Marciano Norman sampaikan duka cita mendalam. “Duka mendalam pada Sepak Bola Indonesia, saya prihatin sekali atas kejadian ini. Tragedi ini merupakan bencana terburuk dalam kerusuhan sepak bola dunia dengan korban jiwa terbanyak,” sebut Ketum KONI Pusat.

“Ini adalah tragedi yang sangat memprihatinkan dimana saat situasi sulit Pandemi Covid-19, semua kegiatan termasuk olahraga sulit dilakukan, namun kita sudah marak karena diberikannya kepercayaan untuk taati protokol kesehatan. Sejauh ini, penerapan protokol kesehatan sudah dilakukan dengan baik, terbukti tidak ada kluster peningkatan jumlah terpapar Covid-19 karena pertandingan olahraga,” sambung Ketum KONI Pusat.

“Hal tersebut disambut baik sehingga kegiatan olahraga dapat diizinkan dan kini marak digelar, dan banyak kegiatan kompetisi olahraga berjalan lancar selama ini. Sayangnya, ketaatan pada aturan tidak terjadi pada pertandingan yang berujung pada tragedi di Stadion Kanjuruhan,” kata Marciano.

Ketum KONI Pusat memberikan dukungan penuh kepada PSSI bersama aparat keamanan dalam mengevaluasi kejadian ini sebagai bahan evaluasi penentu kebijakan ke depan supaya pelaksanaan kegiatan olahraga lebih baik lagi dan tragedi terburuk di dunia ini tidak terulang.

Selanjutnya, Ketum KONI Pusat mengajak seluruh masyarakat berbenah untuk olahraga Indonesia semakin berprestasi. “Selaku Ketua Umum KONI Pusat saya mengajak seluruh masyarakat, khususnya pecinta olahraga di Tanah Air mengambil hikmah atas kejadian ini untuk kita bersama-sama berpesan dengan para pelaku olahraga, penyelenggara kompetisi dan pegiat industri olahraga. Kita semua harus menciptakan suasana kondusif membaut Bangsa Indonesia bersemangat untuk bangkit menghadapi berbagai masa sulit,” ujar Marciano.

“Kita sebagai masyarakat Indonesia harus mendukung prestasi atlet. Yang perlu kita lakukan adalah meningkatkan prestasi yang dapat mengatar para atlet meraih juara, yang kelak akan membuat bangga bangsa dan negara. Yang kita ingat adalah Merah Putih, para atlet Indonesia harus kita dukung penuh, bukan dihukum. Jangan sampai karena ulah segelintir oknum, yang dirugikan adalah para atlet dan Indonesia,” sebut Ketum KONI Pusat.

Tentunya Ketum KONI Pusat berharap agar tragedi Kanjuruhan tidak berujung sanksi kepada Indonesia. FIFA berpotensi menjatuhkan hukuman kepada Indonesia, dalam hal ini PSSI. Salah satu yang tidak diinginkan adalah pencabutan status tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2023.

Tragedi Heysel tidak terulang pada kasus ini, karena akan merugikan Indonesia. Kala itu, oknum suporter Liverpool melakukan tindak kekerasan kepada suporter Juventus pada laga Piala Champions 29 Mei 1985 yang berujung dengan kemenangan Juventus 1-0. Dampaknya, pemain Inggris dilarang bermain di tingkat internasional untuk waktu 5 tahun.

“Suporter ini penting peranannya. Tindakan mereka harus menambah motivasi dan semangat para pemain, namun bisa juga membuat pemain dan negaranya rugi. Oleh karenanya, suporter Indonesia harus mendapatkan edukasi agar fanatisme terhadap klub kebanggaan mereka tetap terkendali dan menjunjung tinggi sportivitas,” kata Ketum KONI Pusat.

Jika mengacu pada catatan kerusuhan Sepak Bola dunia, betul bahwa tragedi Kanjuruhan menjadi yang terburuk dalam sejarah sepak bola. Berikut beberapa tragedi pertandingan Sepak Bola yang memakan korban jiwa;

2021: Pada Mei 2021 di Ghana sempat terjadi kerusuhan yang mana berujung dengan keputusan kepolisian menembakkan gas air mata. Saat itu tercatat 126 orang meninggal.

2012: Sempat menggegerkan dunia tentang tragedi bentrok ribuan suporter di Mesir antara Al-Masry dan Al-Ahli di Stadion Kota Port Said. Dampaknya 70 orang menjadi korban jiwa dan 1000 luka-luka.

2009: Kerusuhan di Pantai Gading saat timnas menjami Malawi pada kualifikasi Piala Dunia di Stadion Felix Houphouet-Boigny, Abidjan. Dampaknya 19 orang meninggal dunia.

2001: Kerusuhan di Afrika Selatan karena puluhan orang memaksa masuk Stadion Ellis Park di Johannesburh sehingga tewaskan 43 orang.

1996: Tribun penonton Stadion Guatemala City robih dan menewaskan 82 orang dan melukai 147 orang.

1992: Tribun penonton Stadion Furiani roboh saat laga Piala Prancis antara Bastia dan Olympique Marseille. Menewaskan 18 orang dan lebih dari 2.000 orang luka-luka.

1991: Pertandingan antara Kaizer Chiefs dan Orlando Pirates di Kota Orkney, Afrika Selatan diikuti penyerangan suporter Kaizen Chiefs yang menggunakan pisau sehingga menewaskan 42 orang.

1989: Terjadi bentrokan yang merupakan salah satu terburuk dalam sejarah sepak bola Inggris. Bentrok antara suporter Liverpool dan Nottingham Forest pada semifinal Piala FA di Stadion Hillsborough menelan 96 orang korban jiwa dan sekitar 200 luka.

1988: Angin ribut yang tiba-tiba datang membuat ribuan orang berdesak keluar Stadion Nasional Nepal, dampaknya 90 orang tewas.

1985: Tragedi Heysel saat pertandingan antara Juventus dan Liverpool pada ajang Piala Champions 29 Mei 1985. Diawali beberapa oknum suporter Liverpool melakukan tindak kekerasan kepada suporter Juventus dan membuat dinding pembatas roboh. Ratusan orang tertimpa dinding. Sebanyak 39 orang meninggal dan lebih dari 500 luka-luka.

Pada bulan dan tahun yang sama, terjadi kebakaran tribun penonton di Bardford, Inggris. Belum diketahui penyebab kebakaran yang menelan 56 nyawa dan melukai lebih dari 200 orang.

1982: Terjadi bentrok antara suporter Spartak Moskow dan klub Belanda HFC Haarlem pasca pertandingan Piala UEFA di Stadion Luzhiniki. Dikabarkan 66 orang tewas namun ada juga laporan yang sebutkan jumlah tewas sebanyak 340.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *