Ambisi Olahraga Berprestasi Dunia, Diawali dari Peningkatan Kualitas Pembinaan di Daerah

Olahraga Indonesia terus berambisi untuk berprestasi di tingkat dunia. Pada Olimpiade 2044, menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia ditargetkan masuk lima besar dunia. Sepuluh tahun lagi, tahun 2032 masuk 10 besar dunia.

Selain sukses berprestasi, Indonesia juga berambisi sukses dalam menyelenggarakan single/multi event internasional.

Beberapa single/multi event internasional akan digelar di Tanah Air pada Tahun 2023 seperti Piala Dunia Sepak Bola U-20 (20 Mei – 11 Juni), Piala Dunia Basket FIBA 2023 (25 Agustus – 10 September, tuan rumah bersama Filipina dan Jepang), World Beach Games di Bali (5 – 12 Agustus) dan sebagainya. Tentunya Indonesia harus dikenal dengan prestasi olahraganya di samping berprestasi sebagai tuan rumah.

Momen berprestasi sebagai tuan rumah dan kontingen harus kembali diulang sebagaimana telah dilakukan tahun ini. Contoh yang perlu diulang tahun depan seperti kala Indonesia menjadi juara umum Kejuaraan Karate Internasional di Istora Gelora Bung Karno (GBK) November 2022 dan juara umum Indonesia Esports Summit & International Esports Federation (IESF) 14th World Esports Championship Bali 2022.

Hal tersebut menjadi tema dalam satu sesi dialog yang digelar Radio Elshinta pada Hari Kamis tanggal 29 Desember 2022. Temanya yakni, “Menyongsong Perkembangan Olahraga Indonesia pada 2023, Bagaimana agar Lebih Berprestasi?”.

Ketua Umum (Ketum) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Letjen TNI Purn Marciano Norman menegaskan bahwa kualitas sumber atlet-atlet di tingkat akar rumput harus diperhatikan.

“Kalau kita bermimpi di Olimpiade Tahun 2044 masuk peringkat lima besar dunia, sebelumnya peringkat sepuluh besar dunia pada Olimpiade Tahun 2032, tentunya yang harus ditata adalah bagaimana Pekan Olahraga Nasional (PON) dilakukan, bagaimana Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) itu dilakukan, karena sumber atlet-atlet kita dari kabupaten/kota dan provinsi yang selanjutnya dengan pola pembinaan yang baik, kita dapat atlet-atlet nasional yang baik,” jelas Ketum KONI Pusat.

Dengan tahapan tersebut, Ketum KONI Pusat berharap semua atlet yang memang berpotensi akan terlihat prestasinya sejak tingkat kabupaten/kota. Mereka kemudian akan mewakili provinsinya dalam multevent terbesar nasional yakni PON. Para juara PON diharapkan adalah atlet-atlet Indonesia yang memang juara sejati. Mereka akan dibina lebih intens untuk mewakili bangsa dan negeri tercinta.

Di samping itu, setiap daerah wajib melaksanakan amanah undang-undang nomor 11 tentang Keolahragaan, yakni wajib membina cabang olahraga (cabor) unggulan. “Setiap daerah memprioritaskan cabor unggulan di daerah itu, minimal 2 cabor unggulan. Dengan itu mereka bisa memanfaatkan ketersediaan anggaran yang ada,” pesan Marciano.

Bayangkan jika lebih dari 500 kabupaten/kota di Tanah Air dibagi untuk fokus membina 14 cabor Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) dan Olimpiade. Maka ketika bertanding, Indonesia sudah memiliki atlet-atlet handal.

Sarana dan prasarana juga disinggung oleh Ketum KONI Pusat sebagai penunjang prestasi atlet. Tak ingin seperti beberapa PON sebelumnya yang mana venue megah akhirnya tidak berfungsi optimal, Ketum KONI Pusat tekankan perlunya melibatkan kampus. Tidak hanya dilibatkan dalam hal mendukung Sports Science, kampus juga dilibatkan dalam hal venue dan pembinaan.

“Setelah PON selesai banyak venue yang tidak terawat dan beralih fungsi, hal ini pemborosan,” katanya. “Kita harus membangun Sports Center itu di kampus-kampus,” tegasnya. Pasca kompetisi akbar dihelat, venue tetap dirawat dan dimanfaatkan oleh kampus sehingga tidak sia-sia pembangunannya. KONI Pusat mendukung pembangunan Sports Center di kawasan Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Aceh, untuk PON XXI/2024 Aceh-Sumatera Utara (Sumut).

Pembicara lainnya, yang merupakan guru besar, mantan birokrat olahraga sekaligus Ketum KONI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Prof.Dr.Djoko Pekik Irianto menambahkan agar kemampuan mencari bibit atlet berprestasi juga dikembangkan.

“Selama ini konsentrasi kepada kompetisi, masih agak kita lupakan pembinaan dari awal, bagaimana pembibitan dan bagaimana talent scouting”. Tidak bisa kita menunggu, kita harus mencari,” katanya.

Djoko sampaikan ada empat hal yang perlu dibenahi ke depan. Pertama dalam hal kebijakan yang mana perlu satu komitmen bersama atau Political Will. Kedua, perlu sinergitas antara semua lembaga yang terkait dengan olahraga prestasi, khususnya dalam melaksanakan implementasi regulasi keolahragaan.

Ketiga, menurutnya penting adalah Support System yang mana dikerucutkan olehnya dukungan anggaran. Terakhir yakni konsistensi dalam membina cabor Olimpiade. Ia tekankan DBON pun bukan harga mati karena ada sistem promosi/degradasi bagi cabor Olimpiade lain yang belum masuk DBON.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *