Pordasi dan KPAI Segera Bekerja Sama untuk Selesaikan Masalah Joki Cilik Pacuan Kuda


Baru-baru ini, joki Pacuan Kuda tradisional cilik meninggal dunia. Ia adalah MA alias Peci, anak usia 6 tahun asal Desa Dadibou, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
 
Awalnya, almarhum terjatuh dari kuda ketika berlatih di arena Pacuan Kuda Desa Panda, Bima tanggal 6 Maret 2022. Pasca terjatuh dari punggung kuda, terlihat almarhum pingsan dengan mulut berbusa akibat luka parah di kepala. Lantas, ia langsung dirawat di rumah dengan infus. Setelah tiga hari dirawat, anak yang tingkat sekolah dasar (SD) itu meninggal dunia Hari Rabu tanggal 9 Maret 2022.
 
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengecam kejadian tersebut. “Permasalahan yang telah disebutkan itu bukan hanya tentang masalah tradisi, tapi juga berkenaan dengan isi dari pasal 32 di dalam Konvensi Hak Anak (KHA) yang menyebutkan bahwa anak harus dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan seksual serta semua bentuk pekerjaan yang membahayakan,” katanya.
 
Ia juga menyampaikan akan mendorong LSM perlindungan anak, Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia, tokoh masyarakat dan akademisi untuk mengedukasi masyarakat tentang perlindungan anak. Tak lupa, ia menyinggung batas minimal sebagai joki, yakni 18 tahun. “Perlu moratorium (penghentian sementara) dengan instruksi gubernur terkait penyelenggaraan pacuan kuda yang memastikan tidak melibatkan usia anak sampai dengan 18 tahun sebagai joki,” jelasnya pada siaran pers tanggal 15 Maret 2022.
 
Menanggapi kondisi yang berkembang, pada Hari Rabu Tanggal 16 Maret 2022, jajaran pimpinan Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (PP.Pordasi) berkunjung ke kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Ketua Komisioner KPAI, Dr.Susanto langsung yang menerima Ketua Umum (Ketum) Triwatty Marciano yang didampingi Wakil II Ketum PP.Pordasi Widodo Edi Sektianto, dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP.Pordasi Dr.Adinda Yuanita.

Mengawali pertemuan, jajaran pengurus PP.Pordasi memperkenalkan diri. Dijelaskan bahwa PP.Pordasi menaungi Komisi Peternakan, Kesehatan dan Registrasi Kuda, Komisi Horse Back Archery (HBA), Komisi Polo, Komisi Equestrian dan Komisi Pacu, yang terkait dengan isu joki cilik.

Adanya kasus kecelakaan joki cilik pacuan kuda tradisional membuat PP.Pordasi terpanggil. Pasalnya Anggaran Dasar (AD) Pordasi 2020 mengamanatkan agar memberikan kontribusi pada olahraga berkuda tradisional dan seni budaya. Amanat tersebut tertulis pada pasal 4 ayat (3) AD Pordasi 2020 sebagai berikut;

Meningkatkan prestasi olahraga berkuda di tingkat nasional, regional, kontinental dan internasional serta berkontribusi dalam perkembangan olahraga berkuda tradisional dan juga seni-budaya berkuda.”

Memiliki kesamaan tujuan untuk melindungi anak, khususnya joki cilik, PP.Pordasi mencapai kesepakatan dengan KPAI untuk menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dalam rangka menyelesaikan permasalahan joki cilik secara komprehensif. Dipahami bersama bahwa keberadaan joki cilik bukan bagian dari eksploitasi anak namun bagian penyaluran minat dan bakat anak, sebagai media mencari bibit joki nasional bahkan internasional. Tak hanya itu, pacuan kuda tradisional perlu dilestarikan mengingat sebagai warisan budaya dan kearifan lokal yang bila dikelola dengan baik dapat mendorong sektor pariwisata dan menjadi industri olahraga.

“Joki cilik ini tidak boleh menjadi sarana eksploitasi anak, namun pacuan kuda tradisional yang melibatkan anak-anak harus menjadi sarana penyalur minat dan bakat usia dini. Kita perlu mencari bibit atlet berprestasi yang kelak dapat mempersembahkan prestasi untuk Indonesia.,” ujar Triwatty

Sebagai salah satu anggota Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, PP.Pordasi juga bertanggung jawab pada bibit atlet olahraga prestasi amatir, yang mana dapat diwadahi serta dibina sejak usia dini melalui pacuan kuda tradisional yang melibatkan joki cilik. Harapannya, pasca berprestasi di tingkat pacuan tradisional, para joki dapat melanjutkan sebagai atlet olahraga amatir, hingga tingkat nasional yang dipertandingkan pada Kejuaraan Nasional (Kejurnas), Pekan Olahraga Nasional (PON) dan bahkan tingkat internasional

Merujuk pada Peraturan Organisasi (PO) Pordasi, joki pacuan amatir yang dapat mengikuti Kejurnas haruslah memiliki syarat minimal usia 18 tahun.

“Satu sisi, Pacuan Kuda tradisional harus kita lestarikan. Ini tidak hanya menjadi sarana penyalur bakat namun juga dapat menjadi nilai tambah pada sektor pariwisata sehingga masuk kategori Sport Tourism,” sambung Ketum PP.Pordasi pasca kunjungi KPAI.

Kelak, diharapkan lebih banyak sinergitas antar lembaga untuk menyelesaikan masalah joki cilik. Beberapa yang perlu terlibat seperti Kementerian PPPA, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

“Ini menjadi tugas dan tanggung jawab bersama bagi kementerian/lembaga terkait. Kita harus bersama-sama menyelesaikan masalah atlet cilik, yang tidak hanya terjadi di olahraga berkuda namun cabang olahraga lainnya. Atlet cilik atau usia dini yang merupakan cikal bakal atlet profesional ataupun amatir harus dijamin keselamatannya,” sebut Ketum PP.Pordasi. Dalam kasus joki cilik, diperlukan penyelesaian masalah secara nasional melalui Perpres/Permen hingga regulasi tingkat daerah dengan adanya Pergub/Perda.

Baru pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pordasi 2022 pada Februari lalu, disepakati sub Komisi Pacu, antara lain Sub Komisi Pacu Amatir, Sub Komisi Pacu Profesional, dan Sub Komisi Pacu Tradisional.

Nantinya, Pacuan Kuda cilik masuk pada Sub Komisi Tradisional mengingat kegiatan tersebut memang menjadi tradisi di berbagai daerah Indonesia, seperti NTB, NTT, Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Peraturan Organisasi (PO) akan mengatur agar penyelenggaraan Pacuan Kuda Tradisional memperhatikan keselamatan dan keamanan joki sebagaimana absen setiap saat joki cilik mengalami kecelakaan. Perlindungan anak dari bahaya ini juga menjawab tanggapan Menteri PPPA tentang kasus kali ini.

Ke depan, Pacuan Kuda Tradisional dapat menjadi wadah penyaluran minat dan bakat atlet usia dini. Jika penyelenggaraan seluruh pacuan kuda tradisional merujuk regulasi yang Pordasi tetapkan dalam PO Sub Komisi Tradisional, keselamatan dan keamanan para joki cilik lebih terjamin.

“Keselamatan joki harus diutamakan, karena mereka adalah calon atau bahkan patriot olahraga bangsa yang berusaha membawa nama baik Indonesia melalui olahraga. Dalam kegiatan Pacuan Kuda, mereka wajib menggunakan helm pelindung, body protector dan juga sepatu bagi kudanya, sesuai dengan ketentuan dalam Kesejahteraan Kuda (Horse Welfare), dengan menjaga arena yang digunakan layak untuk keselamatan kuda khususnya kaki kuda. Selain itu penonton juga wajib dijamin keselamatannya melalui penertiban agar tidak ada kejadian penonton masuk ke dalam arena dan tertabrak kuda yang sedang berpacu,” jelas Triwatty.

Dalam waktu dekat, Triwatty beserta jajarannya akan melakukan audiensi dengan Menteri PPPA untuk menyelesaikan masalah kecelakaan joki cilik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *